Friday, December 8, 2023
Sunday, August 1, 2021
Jawaban (1)
Friday, November 27, 2020
Manusia dengan Bermacam Masalahnya
Duduk di bus sambil mandangin jendela adalah rutinitas sehari-hari yang gue lakuin, ngeliatin macam-macam aktivitas dari yang sudah menahun bekerja sebagai tukang sapu, yang jualan nasi uduk, orang yang berkendara buru-buru atau beberapa orang pengemis dijalan. Memperhatikan gerak-gerik mereka, membuat gue mempertanyakan bagaimana perasaan mereka, memikirkan jam berapa mereka harus bangun, dan bertanya-tanya apakah mereka sudah sarapan apa belum, dan beberapa pikiran lain yang selalu lewat hampir tiap kali melihat segala aktivitas manusia lain.
Kadang, bertanya apa sebenernya usaha yang mereka lakuin biar hidup ngga gitu-gitu aja? emang mereka gak bosen hidup susah terus? dan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin gak harus ada jawabannya.
Gue mungkin hanya salah satu dari banyaknya manusia yang sering disamperin sama pengemis atau pengamen kalau lagi makan, dimintai duit dengan muka yang memelas berharap gue dan manusia lain disitu memberikan sedikit duit yang kita punya. Beberapa dari mereka meminta secara halus dan langsung pergi jika ditolak, beberapa lagi malah lebih galak kalau gak dikasih. Keinget beberapa tahun yang lalu dimarahin nenek-nenek di kopaja gara-gara gue gak mau kasih duit dan malah ngobrol sama temen gue yang pas itu kita lagi nyasar dan harus random naik kopaja sembari menertawakan diri sendiri.
Setiap mereka datang yang ada di benak gue cuman "kasih gak ya?" atau "gue punya receh gak ya?" atau "si ibu bakal marah gak ya kalau gue gak kasih?" beberapa perdebatan yang selalu gue rasakan setiap ada pengemis yang datang ke gue. Kalau gue kasih biasanya pikiran itu langsung hilang, tapi kalau gue gak kasih, biasanya gue menyesal terus lanjut mikir "kenapa gak gue kasih ya?"
"kenapa gak gue kasih ya?", yang gue pikirin sebelum kalimat ini datang di otak gue adalah pikiran gue yang masih terpengaruh dengan fakta bahwa kebanyakan pengemis yang menggunakan uangnya untuk hal-hal yang gak berguna, atau berpikir kalau mereka sebenarnya kaya, cuman malas dan memilih untuk meminta-minta ke orang lain. Atau kalau mereka bawa anak kecil, gue suka mikir itu anak siapa, gue mikir apa mereka sebenernya orang jahat atau emang mereka sebenernya gabisa apa-apa sampai mereka memilih mengadu nasib jadi seorang pengemis. Atau sekedar pikiran kalau mereka gak dikasih mereka akan marah, gue gak mau kasih uang gue ke preman yang suka malak orang, dan pikiran-pikiran lainnya yang terlalu lama untuk membuat pengemis itu menunggu di depan gue sembari gue menyelesaikan perdebatan di otak gue. Sampe akhirnya gue bilang "Maaf", karena gue gak mau bikin orang lain menunggu. Setelahnya hati gue selalu bertanya lagi:
"Mo, yakin mereka ngga berusaha?"
"Yakin mo mereka udah makan?"
"Ngga nyesel kalau ternyata mereka emang sesusah itu?"
Dan pasti ada penyesalan-penyesalan kecil yang terbesit di hati gue.
Langsung flashback ke masa-masa dimana gue juga pernah sesusah itu. Gue yang alhamdulillah hidupnya selalu mudah harus ngerasain jatuh sejatuh-jatuhnya beberapa tahun lalu. Ngerasain harus kehilangan banyak hal cuman buat sekedar bertahan hidup, dari mulai hal-hal kecil kayak kamera, kursi sampai benda-benda besar kayak mobil, motor, dll harus diikhlaskan. Walaupun kalau gak pernah susah, mungkin gue gak akan buru-buru lulus kuliah dan masih jadi anak-anak yang suka ketawa-ketiwi sama temen-temen di tempat ngopi sambil pura-pura lupa sama skripsi, atau mungkin gue gak akan pernah ngerasain nahan laper dan makan cuman 1 kali sekali di kampus dan harus nunggu malam hari untuk makan lagi di rumah karena harus hemat demi gak minta uang jajan lagi, atau gue gak mungkin jadi Moza yang ambis cari kerja kesana kemari dengan sangat berani ngelewatin preman blok M pake heels dengan gaya sangar. Pas itu yang gue pikirin cuman "Kalau mereka macem-macem gue getok pake heels terus lari sekenceng-kencengnya", atau gue gak akan pernah berani naik busway rute Ciledug - Melawai yang tinggi banget padahal gua setakut itu sama tinggi. Karena segala kesusahan gue jadi berani dan belajar, kalau gue gak pernah susah gue mungkin gak pernah tau rasanya kerja keras, gak pernah bisa jadi wanita yang kuat & tegar, gak pernah jadi wanita yang dewasa dan cuman jadi anak kecil yang suka-suka dia aja dalam hidup, walaupun emang semua udah berlalu tapi banyak banget harusnya yang gue pelajari dari fase hidup ini.
Harusnya, yang gue yakini itu adalah mereka sedang berusaha dalam hidup mereka juga, gak tau mereka udah berapa kali jatuh dan harus bangkit, gue gak pernah tau gimana cara mereka menegarkan diri, walaupun dengan cara meminta-minta, gue gatau usaha apa saja yang sudah mereka lakukan dalam hidup. Seperti halnya orang lain gak pernah tau juga proses gue menjalani hidup pas gue lagi susah-susahnya, gak tau gimana susahnya gua menegarkan diri, gak tau gimana susahnya gua buat hati gua lapang, gak tau gimana susahnya gua muter otak buat cari solusi dari semuanya, bahkan gak tau gimana sedihnya gue karena bingung caranya gak nangis bahkan saat makan roti pagi-pagi.
Lantas kenapa gue masih harus menimbang-nimbang untuk sebuah kebaikan? kenapa gue harus mikir panjang lebar hanya untuk sekedar memberi? Padahal harusnya gue gak membutuhkan satu alasanpun untuk menolong orang lain.
Holla dunia. Maafin Moza yang masih banyak berprasangka hanya sekedar untuk berbagi, ya..
Thursday, October 1, 2020
-
Saturday, June 27, 2020
Thursday, May 7, 2020
RAMADHAN KALI INI..........
Sunday, April 19, 2020
RELATIONSHIP ?
Pertama, sebenernya apasih "Relationship" itu sendiri?
Jujur, sampe sekarangpun gue masih belum sepenuhnya paham makna "Relationship" itu sendiri, yang gue tau selama ini, Relationship itu adalah sebuah hubungan antar umat manusia, tugas gue cuman harus menjaga hubungan baik sama orang lain, entah itu teman, pasangan, keluarga, atau siapapun. Gak peduli, mereka paham atau engga sama diri kita.
Saat gue beranjak dewasa, gue mulai memaknai relationship sebagai hubungan yang special, gue mulai hanya ingin membangun relationship hanya dengan orang yang benar memahami, gue mulai mengkotak-kotakkan perasaan gue dalam membangun hubungan dengan orang, mulai memporsikan berapa persen gue harus menaruh setiap perasaan dan perhatian gue pada setiap orang (teman, sahabat, pasangan, keluarga, orang dijalan, partner kerja, dll). Mulai menaruh prioritas gue untuk persen mana yang akan diberi lebih banyak dan persen mana yang porsinya gak terlalu banyak. Mulai merasakan juga patah hati karena ternyata persen perasaan yang gue beri terlalu over, atau mulai menyesali karena ternyata persen yang gue berikan terlalu kecil untuk orang-orang yang sebenernya sangat menghargai, dll. Intinya saat itu dan sampai saat ini gue masih sedang memahami bagaimana seharusnya punya relationship yang baik saat mencintai lingkungan gue dan bagaimana juga seharusnya gue bisa merasa dicintai.
Lalu, sebenernya apasih makna cinta sendiri?
Jujur (lagi), sampai detik ini gue masih gak paham kalau disuruh mendefinisikan cinta. Yang gue perhatikan, orang lain akan bilang cinta sama seseorang ya kalau seseorang itu bisa memenuhi segala ego dan keinginan mereka, cinta yang sering diucapkan itu hanya ketika dua orang manusia mampu untuk saling memenuhi kebutuhan/keinginan masing-masing dalam kurun waktu tertentu. Kasarnya, kalau seseorang itu berhenti ngasih makan ego mereka, atau saat dimana kebutuhan/keinginan itu sudah beda dan tidak lagi mampu dipenuhi oleh salah satu pihak, mereka akan gak merasa butuh-butuh amat lagi sama orang itu, merasa kalau pasangan mereka sudah beda dan gak sejalan, pada akhirnya cinta yang cuman tumbuh karena "lust" hanya akan berakhir dengan "lost". Pada akhirnya cinta cuman segitu doang? dan ini berulang-ulang?
Omong kosong sekali kalau kita gak pernah ngerasa patah hati karena seseorang, pasti pernahlah ya, saat itu kita pasti merasa benar-benar hancur, benar-benar kosong, benar-benar marah, rasanya kayak dunia runtuh seketika. Yaaaaa, semuanya karena kita lagi ngga ada di zona jernih. Padahal, kalau lagi jernih pasti pas flashback ke masa itu lagi cuman bisa bilang "Bodoh banget sih". Yes! Cinta yang kayak gitu emang bikin bodoh, masih muda gapapa bodoh, asal jangan dibawa sampai tua! :)
Singkatnya, saat kita patah hati, kita merasa hati kita direnggut, merasa perasaan kita di break gitu aja, padahal sebulan dua bulan kemudian kita baik-baik aja, bahkan bisa jadi beberapa bulan kemudian kita bisa move-on dan merasa "cinta" juga membangun relationship lagi sama orang lain. Jadi sebenernya, cinta itu bisa datang - pergi gitu aja gitu?
"Mau sampai kapan?" mungkin salah satu pertanyaan yang gue lontarkan beberapa tahun silam untuk diri gue sendiri saat gue mulai memahami kalau relationship yang dibangun karena cinta harusnya gak cuman segitu doang, kalau relationship itu seharusnya gak datang - pergi gitu aja. Saat itu gue bener-bener memutuskan untuk tidak akan lagi punya hubungan dengan siapa-siapa sampai gue paham, karena gue bener-bener gak paham sama cinta, gue gak paham sama "Relationship" yang dibangun atas dasar cinta, gue masih gatau berapa persen yang harus gue berikan, gue merasa selama ini persen-nya terlalu dikit tapi gue belum siap untuk membuat itu menjadi banyak.
Awalnya gue mikir gue ngga akan bisa kayak gitu, ego gue pasti gak sanggup. Tapi, ternyata bisa. Salah satu hal yang gue lakuin saat itu hanyalah "menerima" menerima segala rasa yang ada, dan puncaknya adalah "memaafkan" entah memaafkan diri gue, orang lain, atau siapapun, dan yang terakhir adalah "value" tujuan gue apa dan bagaimana? nilai-nilai dan arti yang akan gue maknai dan terapkan seperti apa? terus harus berapa persen hati gue diberikan dalam sebuah relationship yang dibangun atas dasar cinta? dengan berhasil "menerima", "memaafkan", dan tau "value" diri sendiri, gue jadi cukup yakin kalau gue sudah bisa menjalani hubungan dengan seseorang, yang mungkin dia gak perlu repot-repot memberi makan terlalu banyak ego gue, yang gue akan jatuh cinta dengan dia tanpa diiringi kata "karena".
"So, How to find the right one?"
"There is no the right one!"
Yang terpenting, cari orang yang nggak cuman mau mempertahankan, tapi juga memelihara. Karena kembali lagi, relationship itu adalah pilihan. Yang terpenting lainnya adalah harus bisa kenal dan nyaman dengan diri sendiri secara pikiran, karena pada akhirnya cuman itu kuncinya.
Tapi, ya gue juga masih belajar sih. Lagian relationship itu perkara dua arah, perkara mau atau ngga mau, menjadi percuma kalau cuman satu pihak yang ingin membangun, dan yang terpenting jangan pernah menyalahkan diri sendiri untuk sesuatu yang nggak bisa kita kontrol. Pada akhirnya, end goal manusia hanyalah merdeka, dalam hal apapun termasuik relationship. Kalau belum merdeka? Ya belajar lagi! :D
Dan untuk dia yang bisa membuat berani membangun lagi, Thankyou! <3